Pernahkah Anda ‘berbicara’ dengan teman Anda lewat alam bawah sadar? Atau lebih tepatnya, ‘berkomunikasi’ secara bawah sadar. Sebuah komunikasi tanpa kata, tetapi ‘lawan bicara’ Anda mengerti apa yang Anda maksudkan. Saya kira hampir semua kita pernah.
Ada yang berkomunikasi lewat pandangan mata. Ada yang berkomunikasi
lewat bahasa tubuh. Bahkan ada yang berkomunikasi tanpa melihat mata
ataupun bahasa tubuh, melainkan lewat ‘perasaan’ saja. Saat hal itu
terjadi, Anda tidak sedang berkomunikasi menggunakan pikiran sadar yang
bertumpu pada logika dan rasionalitas, melainkan dengan pikiran bawah sadar yang mengandalkan ‘perasaan’.
Ada dua orang sahabat karib yang saling memandang, tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal.
Menurut Anda, dia menggunakan bahasa logika ataukah bahasa perasaan?
Atau, ada seorang kawan dekat bercerita pengalamannya yang menarik,
tetapi sebelum selesai menyampaikan, Anda sudah memotongnya, ’’Cukup,
cukup, bwahhaha…, Aku sudah mengerti maksudmu..!’’ Menurut Anda itu
mekanisme sadar atau bawah sadar?
Saya sendiri sering menyanyikan suatu lagu yang sama dengan yang
dinyanyikan isteri, tanpa sengaja. Dalam sebuah perjalanan mengendarai
mobil, tiba-tiba saya menyanyikan sebuah lagu favourite saya. Uniknya,
dalam waktu sama istri saya juga menyanyikan lagu itu, pada bait yang
sama, dengan nada dasar yang sama, bersamaan pula. Menurut Anda itu,
mekanisme sadar ataukah bawah sadar?
Kasus begini sangat banyak terjadi di sekitar kita. Bisa antara kawan
dekat, antara suami isteri, antara ibu dan anak, antara sepasang
kekasih, antara saudara, dan orang-orang yang memiliki kedekatan
psikologis. Kenapa ini bisa terjadi? Inilah yang disebut ‘resonansi
energial’ itu. Tidak lewat panca indera, lantas ke otak. Melainkan lewat
lorong energi antara Jantung-Otak, dan langsung ditangkap sistem limbik
di otak tengah.
Cara kerjanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerja pikiran
sadar. Jika Anda menggunakan pikiran sadar, maka mekanismenya menjadi
begini: sebuah ‘cerita lucu’ didengar oleh telinga, kemudian diubah
menjadi gelombang listrik oleh gendang telinga dan perangkat telinga
bagian dalam, lantas diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Sinyal
listrik di pusat pendengaran itu kemudian disebarkan ke seluruh bagian
otak untuk dibandingkan dengan memori tentang ‘kelucuan’. Jika sinyal
itu cocok dengan memori lucu yang tersimpan di otak, maka otak
memperoleh persepsi ‘lucu’. Dan lantas memerintahkan organ-organ dan
kelenjar yang terkait dengan tertawa. Mungkin sambil mengeluarkan air
mata, ‘ginjal-ginjal’ alias jingkrak-jingkrak, dan lain sebagainya, dan seterusnya.
Wah, ‘lambat’ sekali..! Apalagi, kalau lantas didahului proses
berpikir secara logis-rasional: ‘’ini lucu apa nggak ya secara
rasional..?! Atau: ‘’masuk akal nggak ya kalau cerita ini disebut
lucu..?! Dan logis nggak ya, kalau aku tertawa..??!’’ Waduuhh, tambah
semakin lambat aja, hhehe..!
Meskipun, itu hanya terjadi dalam orde detik. Tetapi, itu jauh kalah
cepat dibandingkan dengan proses bawah sadar yang menggunakan perasaan.
Perbandingannya sekitar 200 ribu kali lipat. Pikiran sadar hanya bisa
mengolah data maksimum sekitar 10 bit secara bersamaan. Sedangkan alam
bawah sadar bisa mengelola data sampai 2 juta bit secara bersamaan.
Mekanisme bawah sadar bekerja secara spontan. Mirip orang yang fobia
kecoa, lantas dilempari kecoa. Spontan dia akan menjerit dan berlari
ketakutan. Begitulah cara kerja alam bawah sadar. Nggak pakai mikir,
nggak pakai rasio, nggak pakai logika. Yang ada hanya imajinasi dan
perasaan yang bersifat ‘emosional’. Negatif maupun positif.
Mekanisme spontan seperti itulah yang terjadi dalam komunikasi
perasaan. Atau komunikasi bawah sadar. Pusat mekanisme tidak di
permukaan otak, melainkan berada di lorong energi ‘poros otak-jantung’.
Kesamaan frekuensi menjadi landasan utama terjadinya komunikasi bawah
sadar itu. Cara kerjanya, mirip dengan pemancar radio dengan pesawat radionya.
Jika Anda memutar tombol radio (jenis radio lama), atau searching secara
digital (jenis radio baru), maka itu artinya Anda sedang menyamakan
frekuensi pesawat radio Anda dengan stasiun pemancar. Ketika frekuensi
sudah matching, maka seluruh informasi yang dipancarkan oleh stasiun
radio akan sampai ke pesawat radio Anda. Sangat sederhana, bukan..?
Kuncinya, hanya pada kesamaan frekuensi, maka terjadilah resonansi.
Ini juga mirip dengan dua gitar
yang disetem sama nada-nada senarnya. Jika dua gitar itu didekatkan,
lantas dipetik salah satunya, maka gitar yang lain akan ikut bergetar
meskipun tidak dipetik. Itulah resonansi alias imbas getaran. Yang
demikian ini akan terjadi juga pada alat-alat musik lainnya yang
memiliki tabung resonansi, misalnya alat tiup, atau gong, dan
semacamnya. Tabung resonansi itu bakal bergetar-getar seiring dengan
frekuensi apa saja yang ada di sekitarnya, asalkan frekuensinyamatching.
Begitulah cara kerja lorong energi di poros Otak-Jantung. Yang
dengannya seseorang bisa melakukan komunikasi bawah sadar. Dengan
menggunakan perasaan. Gelombang otak yang kekuatan medan magnetiknya
hanya sekitar 10^(-13) Tesla akan menjadi ratusan kali lebih kuat jika
diproyeksikan ke gelombang jantung yang memiliki medan magnet 5^(-11)
Tesla. Dengan kata lain, perasaan yang muncul di sistem limbik akan
menjadi jauh lebih kuat ketika bergetar di jantung. Itulah yang kita
rasakan sebagai debaran jantung. Gelombangnya bisa kita muati dengan
informasi untuk berkomunikasi dengan orang lain, secara telepati.
Ataupun makhluk lain.
Pada level Alam Bawah Sadar kita bisa berkomunikasi dengan makhluk
berjiwa lainnya. Misalnya dengan binatang atau tumbuhan. Bagi yang tidak
punya pengalaman tentang ini, mungkin sulit percaya. Tetapi bagi mereka
yang punya hewan peliharaan ataupun hobi bercocok tanam, hal ini sudah
biasa. Berkomunikasi dengan mereka, tentu saja, tidak harus dengan
bahasa verbal. Tetapi dengan bahasa perasaan.
Suatu ketika, kawan saya ingin mengusir sejumlah ayam yang berkerumun
di dekatnya. Ia mengatakan: ‘’Hai ayam, tolong dong kamu pergi dari
sini..’’. Hhehe, ayam-ayam itu tidak mau pergi..! Apalagi, pakai bahasa Jawa
halus: ‘’Nyuwun sewu poro pithik, panjenengan sedoyo dipun aturi
enggal-enggal tindak saking mriki..!’’ Wallah, malah ‘krasan’ mereka.. Dengan sederhananya, kawan saya yang lain membentak ayam-ayam itu dengan kata: Huussy..hussy..!! Dan semua ayam itu pun pergi berhamburan.
Kebetulan saya di rumah punya peliharaan puluhan ikan koi. Setiap
kali saya lewat di dekat kolam, mereka selalu berebutan berenang di
permukaan. Dan kalau saya mencelupkan tangan saya ke air, mereka
mendekat semua dengan jinaknya sambil ‘menciumi’ tangan saya. Terserah
saya mau berkata dengan bahasa apa, mereka tetap bisa merasakan
‘pancaran perasaan’ saya.
Yang demikian ini juga bisa terjadi pada tanaman. Yang kebetulan, saya juga hobi memelihara berbagai macam tanaman. Daun
dan bunga-bunganya menjadi segar-segar ketika kita memberikan perhatian
yang tulus kepada mereka. Dan kemudian menjadi layu dan kurus, ketika
kita mencuekinya. Itulah ‘bahasa energial’ yang terpancar dari poros
otak-jantung. Kuncinya cuma menyamakan frekuensi antara kita dengan
mereka yang kita ajak berkomunikasi.
Ketika Anda sedang sadar penuh, maka otak Anda akan memancarkan
gelombang Beta pada frekuensi di atas 14 Hz. Jika frekuensi ini
diturunkan, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Alfa yang bergetar
antara 8-13 Hz. Kalau ini diturunkan lagi, otak Anda akan memancarkan
gelombang Teta, yang bergetar pada 4-7 Hz. Di fase Alfa-Teta inilah
mekanisme bawah sadar bekerja. Lebih rendah lagi, otak kita akan
memancarkan gelombang Delta pada getaran di bawah 0,1-4 Hz, dimana kita
telah memasuki wilayah ‘Tak Sadar’.
Dengan teknik tertentu, seseorang bisa mencampur fase-fase gelombang
kesadaran itu sehingga komposisinya menjadi ‘sangat sedikit Beta’,
dicampur ‘agak banyak Alfa-Teta’, dan dipadukan dengan ‘cukup banyak
Delta’. Efeknya, ia akan berada di persimpangan antara Sadar, Bawah
Sadar dan Tak Sadar. Orang itu, akan bisa merasakan getaran-getaran dari
alam Tak Sadar. Mulai dari tingkat seluler, sampai ke molekul,
atom-atom, dan partikel-partikel penyusunnya.
Sehingga, dia bukan hanya bisa merasakan dan berkomunikasi dengan
dirinya sendiri, melainkan bisa merasakan dan berkomunikasi dengan alam
semesta. Bisa membaca ‘tanda-tanda’. Bisa merasakan informasi yang tidak
tertangkap oleh orang lain, yang memang fase kesadarannya belum bisa
mencapai Delta. Orang semacam ini menjadi ‘waskita’. Jauh lebih tajam
dibandingkan dengan mereka yang hanya memancarkan gelombang Beta di fase
‘Sadar’, ataupun Alfa-Teta di fase Bawah Sadar. Karena, ketika bisa
memasukkan unsur Delta secara harmonis, ia akan masuk ke wilayah ‘benda
mati’. Berkomunikasi dengan mereka tanpa bahasa verbal, tapi bisa
merasakan dan memahaminya.
Itulah yang diceritakan oleh Al Qur’an, terjadi pada Nabi Daud dan
Nabi Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan binatang, angin,
gunung-gunung, dan bahkan bangsa jin. Mekanisme ini pula yang terjadi
ketika Allah menyampaikan wahyu kepada langit, bumi, dan gunung-gunung.
Atau sebaliknya, seluruh alam bertasbih mengagungkan Sang Penguasa Jagat
Raya.
QS. Fush shilat (41): 12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.
QS. Saba’ (34): 10
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami wahyukan): “Haigunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
QS. Al Israa’ (17): 44
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Psychology Hint: Pada level yang lebih halus, kita akan bisa berkomunikasi dengan makhluk yang lebih rendah derajat hidupnya. Yakni di level Tak Sadar. Bukan
berarti, lantas kita harus tidur dulu baru bisa berkomunikasi.
Meskipun, istilah Tak Sadar itu memang mewakili kondisi tidur lelap.
Ternyata, seseorang bisa merasakan efek ‘tak sadar’ itu pada kondisi
sadar. Yakni dengan ‘mencampurkan’ fase gelombang kesadaran Beta, Alfa,
Teta dan Delta dalam komposisi yang pas.
0 komentar:
Posting Komentar