Selasa, 21 Mei 2013

Psikologi Seksual........................




Hasrat seksual atau yang umum juga disebut dengan libido bukanlah istilah asing bagi kebanyakan orang. Libido adalah istilah yang biasa digunakan oleh pendiri psikoanalis, Sigmund Freud, untuk menamakan hasrat atau dorongan seksual. Ia mengatakan bahwa dorongan ini dikarakteristikkan dengan bertumbuhnya secara bertahap sampai puncak intensitas, diikuti dengan penurunan tiba-tiba dari rangsangan (Alexander, 1949).

Para teoritisi dan peneliti menggunakan dua kerangka dalam memandang hasrat seksual. Pertama, asumsi yang paling sering dipergunakan mengenai hasrat seksual adalah dorongan alami (innate motivational force) seperti, insting, kebutuhan, tujuan, harapan, atau keinginan. Kedua, menekankan pada aspek relasional dari hasrat seksual. Dalam hal ini konseptualisasi hasrat sebagai salah satu faktor dalam konteks yang lebih luas (DeLamater dan Morgan Sill, 2005).

Pada permulaan tahun 1886, Von Krafft-Ebing (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) mendefinisikan hasrat seksual sebagai kekuatan “hukum fisiologis- physiological law” yang muncul bersama aktifitas otak (cerebral) (mengunakan imajinasi) dan sensasi- sensasi fisikal yang menyenangkan serta berasosiasi dengan aktifitas cerebral. Sependapat dengan Krafft-Ebing, Freud (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) menerima pendapat hasrat seksual sebagai fakta biologis, alami, dorongan motivasional (motivational force).

Kaplan (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) juga sependapat dengan definisi hasrat seksual diatas. Menurut Kaplan, hasrat seksual adalah keinginan yang besar (appetite) atau dorongan yang memotivasi kita untuk berperilaku seksual. Ditambahkan oleh Kaplan, seperti dorongan lainnya, seperti lapar, hasrat seksual diatur oleh pencegahan terhadap rasa sakit dan mencari kepuasan dan hasrat seksual diproduksi oleh pengaktifan sistem neural yang spesifik di otak.

Peneliti lain memilih mendefinisikan hasrat seksual bukan sebagai dorongan biologis tetapi sebagai kognitif atau pengalaman emosional, seperti kerinduan (longing), dan harapan (wishing). (Everaerd, Schriner-Engel, Schiavi, White, & Ghizzani, dalam DeLamater dan Morgan Sill, 2005). Menurut Heider (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005), Hasrat adalah susunan motivasional yang muncul dari dalam (arises from within) dan di hadirkan kembali oleh harapan atau keinginan seseorang. Oleh karenanya, hasrat sangat subjektif, kondisi psikologis yang tidak membutuhkan refleksi dalam potensi tindakan maupun tindakan yang aktual.

Senada bahwa hasrat seksual sebagai pengalaman emosional, juga dikemukakan oleh Everaerd (dalam Graham, 2002) yang mengatakan hasrat seksual merupakan munculnya motivasi seksual dan proses ini secara umum tidak disadarai dan tanpa diinginkan oleh seseorang.
Harat seksual juga sering didefinisikan sebagai susunan motivasional yang dapat lebih luas dipahami sebagai ketertarikan terhadap objek seksual (semisal manusia) atau aktivitas, atau sebagai harapan, kebutuhan atau dorongan untuk mencari objek seksual atau upaya untuk melakukan aktivitas seksual (Regan dan Berscheid, dalam Regan dan Atkins, 2006).
Hasrat seksual juga diasumsikan terpisah dari fisiologis seksual atau peningkatan seksual organ genital seseorang (susunan dari pengaktifan refleks yang melibatkan organ seksual dan sistem saraf); Johnson, & Kolodny dalam Regan dan Atkins, 2006), peningkatan seksualitas subjektif (kesadaran subjektif mengenai peningkatan seksual fisiologis seksual atau peningkatan seksual organ genital; Green & Mosher, dalam Regan dan Atkins, 2006), aktivitas seksual (respon perilaku yang nampak; semisal mencium, petting, persetubuhan), dan perasaan seksual yang diasosiasikan dengan respon yang nampak; semisal, kepuasan, keintiman.
EngenderHealth.com, (2005) juga mendefinisikan hasrat seksual sebagai kondisi awal kenikmatan seksual (sexual excitement) dan aktivitas seksual, hasrat seksual terjadi di pikiran bukan dalam tubuh dan bahkan dapat terjadi kenikmatan seksual tanpa didahului stimulasi secara fisik atau mental.
Terlepas dari perbedaan kedua kerangka pemikiran dari para teoritisi dan peneliti mengenai hasrat seksual diatas, namun dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa; pertama, hasrat seksual merupakan kekuatan “hukum fisiologis- physiological law” yakni dorongan yang muncul dikarenakan aktifitas neural dan berkorelasi dengan pengalaman emosional serta kognitif yang bertujuan untuk pencegahan terhadap ketegangan dan mencari kepuasan. Kedua, hasrat seksual merupakan dorongan motivasional yang dimulai dengan munculnya motivasi seksual yang sangat subjektif, dan merupakan kondisi psikologis yang tidak membutuhkan refleksi dalam potensi tindakan maupun tindakan yang aktual dan proses ini secara umum tidak disadari serta tanpa diinginkan oleh seseorang.


Psychology Hints: Tidak terdapat definisi yang dapat diterima secara universal mengenai hasrat seksual (sexual desire) . Seringkali definisi hasrat seksual dibingungkan dengan aspek lain dari seksualitas manusia. Pada kenyataannya, hasrat seksual dapat diasosiasikan dengan perilaku seksual (sexual behavior) tapi pada dasarnya hasrat seksual terpisah dengan perilaku seksual (DeLamater dan Morgan Sill, 2005).

sumber: https://www.google.com/search?hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=625&q=psikologi+seksual&oq=psikologi+seksual&gs_l=img.3..0i24l3.1009.3539.0.4659.17.11.0.4.4.1.221.1321.5j5j1.11.0...0.0...1ac.1.14.img.W2DdVfZz03M 

0 komentar:

Posting Komentar