Senin, 20 Mei 2013

Psikologi Islami: Komunikasi Alam Bawah Sadar


Pernahkah Anda ‘berbicara’ dengan teman Anda lewat alam bawah sadar? Atau lebih tepatnya, ‘berkomunikasi’ secara bawah sadar. Sebuah komunikasi tanpa kata, tetapi ‘lawan bicara’ Anda mengerti apa yang Anda maksudkan. Saya kira hampir semua kita pernah.
Ada yang berkomunikasi lewat pandangan mata. Ada yang berkomunikasi lewat bahasa tubuh. Bahkan ada yang berkomunikasi tanpa melihat mata ataupun bahasa tubuh, melainkan lewat ‘perasaan’ saja. Saat hal itu terjadi, Anda tidak sedang berkomunikasi menggunakan pikiran sadar yang bertumpu pada logika dan rasionalitas, melainkan dengan pikiran bawah sadar yang mengandalkan ‘perasaan’.
Ada dua orang sahabat karib yang saling memandang, tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal. Menurut Anda, dia menggunakan bahasa logika ataukah bahasa perasaan? Atau, ada seorang kawan dekat bercerita pengalamannya yang menarik, tetapi sebelum selesai menyampaikan, Anda sudah memotongnya, ’’Cukup, cukup, bwahhaha…, Aku sudah mengerti maksudmu..!’’ Menurut Anda itu mekanisme sadar atau bawah sadar?
Saya sendiri sering menyanyikan suatu lagu yang sama dengan yang dinyanyikan isteri, tanpa sengaja. Dalam sebuah perjalanan mengendarai mobil, tiba-tiba saya menyanyikan sebuah lagu favourite saya. Uniknya, dalam waktu sama istri saya juga menyanyikan lagu itu, pada bait yang sama, dengan nada dasar yang sama, bersamaan pula. Menurut Anda itu, mekanisme sadar ataukah bawah sadar?
Kasus begini sangat banyak terjadi di sekitar kita. Bisa antara kawan dekat, antara suami isteri, antara ibu dan anak, antara sepasang kekasih, antara saudara, dan orang-orang yang memiliki kedekatan psikologis. Kenapa ini bisa terjadi? Inilah yang disebut ‘resonansi energial’ itu. Tidak lewat panca indera, lantas ke otak. Melainkan lewat lorong energi antara Jantung-Otak, dan langsung ditangkap sistem limbik di otak tengah.
Cara kerjanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerja pikiran sadar. Jika Anda menggunakan pikiran sadar, maka mekanismenya menjadi begini: sebuah ‘cerita lucu’ didengar oleh telinga, kemudian diubah menjadi gelombang listrik oleh gendang telinga dan perangkat telinga bagian dalam, lantas diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Sinyal listrik di pusat pendengaran itu kemudian disebarkan ke seluruh bagian otak untuk dibandingkan dengan memori tentang ‘kelucuan’. Jika sinyal itu cocok dengan memori lucu yang tersimpan di otak, maka otak memperoleh persepsi ‘lucu’. Dan lantas memerintahkan organ-organ dan kelenjar yang terkait dengan tertawa. Mungkin sambil mengeluarkan air mata, ‘ginjal-ginjal’ alias jingkrak-jingkrak, dan lain sebagainya, dan seterusnya.
Wah, ‘lambat’ sekali..! Apalagi, kalau lantas didahului proses berpikir secara logis-rasional: ‘’ini lucu apa nggak ya secara rasional..?! Atau: ‘’masuk akal nggak ya kalau cerita ini disebut lucu..?! Dan logis nggak ya, kalau aku tertawa..??!’’ Waduuhh, tambah semakin lambat aja, hhehe..!
Meskipun, itu hanya terjadi dalam orde detik. Tetapi, itu jauh kalah cepat dibandingkan dengan proses bawah sadar yang menggunakan perasaan. Perbandingannya sekitar 200 ribu kali lipat. Pikiran sadar hanya bisa mengolah data maksimum sekitar 10 bit secara bersamaan. Sedangkan alam bawah sadar bisa mengelola data sampai 2 juta bit secara bersamaan.
Mekanisme bawah sadar bekerja secara spontan. Mirip orang yang fobia kecoa, lantas dilempari kecoa. Spontan dia akan menjerit dan berlari ketakutan. Begitulah cara kerja alam bawah sadar. Nggak pakai mikir, nggak pakai rasio, nggak pakai logika. Yang ada hanya imajinasi dan perasaan yang bersifat ‘emosional’. Negatif maupun positif.
Mekanisme spontan seperti itulah yang terjadi dalam komunikasi perasaan. Atau komunikasi bawah sadar. Pusat mekanisme tidak di permukaan otak, melainkan berada di lorong energi ‘poros otak-jantung’. Kesamaan frekuensi menjadi landasan utama terjadinya komunikasi bawah sadar itu. Cara kerjanya, mirip dengan pemancar radio dengan pesawat radionya.
Jika Anda memutar tombol radio (jenis radio lama), atau searching secara digital (jenis radio baru), maka itu artinya Anda sedang menyamakan frekuensi pesawat radio Anda dengan stasiun pemancar. Ketika frekuensi sudah matching, maka seluruh informasi yang dipancarkan oleh stasiun radio akan sampai ke pesawat radio Anda. Sangat sederhana, bukan..? Kuncinya, hanya pada kesamaan frekuensi, maka terjadilah resonansi.
Ini juga mirip dengan dua gitar yang disetem sama nada-nada senarnya. Jika dua gitar itu didekatkan, lantas dipetik salah satunya, maka gitar yang lain akan ikut bergetar meskipun tidak dipetik. Itulah resonansi alias imbas getaran. Yang demikian ini akan terjadi juga pada alat-alat musik lainnya yang memiliki tabung resonansi, misalnya alat tiup, atau gong, dan semacamnya. Tabung resonansi itu bakal bergetar-getar seiring dengan frekuensi apa saja yang ada di sekitarnya, asalkan frekuensinyamatching.
Begitulah cara kerja lorong energi di poros Otak-Jantung. Yang dengannya seseorang bisa melakukan komunikasi bawah sadar. Dengan menggunakan perasaan. Gelombang otak yang kekuatan medan magnetiknya hanya sekitar 10^(-13) Tesla akan menjadi ratusan kali lebih kuat jika diproyeksikan ke gelombang jantung yang memiliki medan magnet 5^(-11) Tesla. Dengan kata lain, perasaan yang muncul di sistem limbik akan menjadi jauh lebih kuat ketika bergetar di jantung. Itulah yang kita rasakan sebagai debaran jantung. Gelombangnya bisa kita muati dengan informasi untuk berkomunikasi dengan orang lain, secara telepati. Ataupun makhluk lain.
Pada level Alam Bawah Sadar kita bisa berkomunikasi dengan makhluk berjiwa lainnya. Misalnya dengan binatang atau tumbuhan. Bagi yang tidak punya pengalaman tentang ini, mungkin sulit percaya. Tetapi bagi mereka yang punya hewan peliharaan ataupun hobi bercocok tanam, hal ini sudah biasa. Berkomunikasi dengan mereka, tentu saja, tidak harus dengan bahasa verbal. Tetapi dengan bahasa perasaan.
Suatu ketika, kawan saya ingin mengusir sejumlah ayam yang berkerumun di dekatnya. Ia mengatakan: ‘’Hai ayam, tolong dong kamu pergi dari sini..’’. Hhehe, ayam-ayam itu tidak mau pergi..! Apalagi, pakai bahasa Jawa halus: ‘’Nyuwun sewu poro pithik, panjenengan sedoyo dipun aturi enggal-enggal tindak saking mriki..!’’ Wallah, malah ‘krasan’ mereka.. :) Dengan sederhananya, kawan saya yang lain membentak ayam-ayam itu dengan kata: Huussy..hussy..!! Dan semua ayam itu pun pergi berhamburan.
Kebetulan saya di rumah punya peliharaan puluhan ikan koi. Setiap kali saya lewat di dekat kolam, mereka selalu berebutan berenang di permukaan. Dan kalau saya mencelupkan tangan saya ke air, mereka mendekat semua dengan jinaknya sambil ‘menciumi’ tangan saya. Terserah saya mau berkata dengan bahasa apa, mereka tetap bisa merasakan ‘pancaran perasaan’ saya.
Yang demikian ini juga bisa terjadi pada tanaman. Yang kebetulan, saya juga hobi memelihara berbagai macam tanaman. Daun dan bunga-bunganya menjadi segar-segar ketika kita memberikan perhatian yang tulus kepada mereka. Dan kemudian menjadi layu dan kurus, ketika kita mencuekinya. Itulah ‘bahasa energial’ yang terpancar dari poros otak-jantung. Kuncinya cuma menyamakan frekuensi antara kita dengan mereka yang kita ajak berkomunikasi.

Ketika Anda sedang sadar penuh, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Beta pada frekuensi di atas 14 Hz. Jika frekuensi ini diturunkan, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Alfa yang bergetar antara 8-13 Hz. Kalau ini diturunkan lagi, otak Anda akan memancarkan gelombang Teta, yang bergetar pada 4-7 Hz. Di fase Alfa-Teta inilah mekanisme bawah sadar bekerja. Lebih rendah lagi, otak kita akan memancarkan gelombang Delta pada getaran di bawah 0,1-4 Hz, dimana kita telah memasuki wilayah ‘Tak Sadar’.
Dengan teknik tertentu, seseorang bisa mencampur fase-fase gelombang kesadaran itu sehingga komposisinya menjadi ‘sangat sedikit Beta’, dicampur ‘agak banyak Alfa-Teta’, dan dipadukan dengan ‘cukup banyak Delta’. Efeknya, ia akan berada di persimpangan antara Sadar, Bawah Sadar dan Tak Sadar. Orang itu, akan bisa merasakan getaran-getaran dari alam Tak Sadar. Mulai dari tingkat seluler, sampai ke molekul, atom-atom, dan partikel-partikel penyusunnya.
Sehingga, dia bukan hanya bisa merasakan dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri, melainkan bisa merasakan dan berkomunikasi dengan alam semesta. Bisa membaca ‘tanda-tanda’. Bisa merasakan informasi yang tidak tertangkap oleh orang lain, yang memang fase kesadarannya belum bisa mencapai Delta. Orang semacam ini menjadi ‘waskita’. Jauh lebih tajam dibandingkan dengan mereka yang hanya memancarkan gelombang Beta di fase ‘Sadar’, ataupun Alfa-Teta di fase Bawah Sadar. Karena, ketika bisa memasukkan unsur Delta secara harmonis, ia akan masuk ke wilayah ‘benda mati’. Berkomunikasi dengan mereka tanpa bahasa verbal, tapi bisa merasakan dan memahaminya.
Itulah yang diceritakan oleh Al Qur’an, terjadi pada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan binatang, angin, gunung-gunung, dan bahkan bangsa jin. Mekanisme ini pula yang terjadi ketika Allah menyampaikan wahyu kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Atau sebaliknya, seluruh alam bertasbih mengagungkan Sang Penguasa Jagat Raya.


QS. Fush shilat (41): 12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
QS. Saba’ (34): 10
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami wahyukan): “Haigunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
QS. Al Israa’ (17): 44
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Psychology Hint: Pada level yang lebih halus, kita akan bisa berkomunikasi dengan makhluk yang lebih rendah derajat hidupnya. Yakni di level Tak Sadar. Bukan berarti, lantas kita harus tidur dulu baru bisa berkomunikasi. Meskipun, istilah Tak Sadar itu memang mewakili kondisi tidur lelap. Ternyata, seseorang bisa merasakan efek ‘tak sadar’ itu pada kondisi sadar. Yakni dengan ‘mencampurkan’ fase gelombang kesadaran Beta, Alfa, Teta dan Delta dalam komposisi yang pas.

sumber: http://jarimanisindonesia.wordpress.com/2012/09/12/komunikasi-bawah-sadar/

0 komentar:

Posting Komentar