Rabu, 20 November 2013

Teori Motivasi Belajar Menurut Beberapa Ahli


Menurut Mc. Donald (dalam Djamarah, 2008: 148) yang mengatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang itu dapat berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Oleh karena seseorang mempunyai tujuan dalam aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan.
Woodworth dan Marques (Sunarto, 2008), mendefinisikan motivasi sebagai satu set motif atau kesiapan yang menjadikan individu cenderung melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pendapat tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Chung dan Meggison (Suhaimin), yang mendefinisikan motivasi sebagai prilaku yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerjaan.
Menurut  Dalyono (2009: 57), motivasi adalah daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Sumiati (2007: 236), mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya diarahkan untuk mencapai sesuatu tujuan. Sehingga motivasi dapat memberikan semangat yang luar biasa terhadap seseorang untuk berprilaku dan dapat memberikan arah dalam belajar. Motivasi ini pada dasarnya merupakan keinginan yang ingin dipenuhi (dipuaskan), maka ia akan timbul jika ada rangsangan, baik karena adanya kebutuhan maupun minat terhadap sesuatu.
Terkait dengan motivasi, banyak pakar yang telah mengemukakan teorinya berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Teori – teori motivasi tersebut diantaranya adalah teori yang dikembangkan oleh Maslow dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow. Maslow (dalam Dimyati, 2009: 81) berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis; seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex, (2) kebutuhan akan perasaan aman; tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan akan penghargaan diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, dan (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Hierarki di atas di dasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin bergeser ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.
McClelland (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai (1)  keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit, (2) menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku, (3) mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, (4) mencapai performa puncak untuk diri sendiri, (5) mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, (6) meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Menurut McClelland, karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat, (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya, dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Alderfer (dalam Sugianto, 2011), mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan teori “ERG”. ERG merupakan akronim dari Existense, Relatedness, dan Growth. Menurut teori ini eksistensi merupakan kebutuhan nyata setiap orang sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Kebutuhan akan relatedness tercermin pada keberadaan manusia itu dengan orang lain dan dengan lingkungannya, karena tanpa ada interaksi dengan orang lain dan lingkungan maka keberadaan manusia itu tidak mempunyai makna yang hakiki. Sedangkan Growth adalah merupakan kebutuhan manusia untuk tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Maslow bahwa eksistensi adalah kebutuhan pokok, relatedness adalah kebutuhan social dan growth adalah diklasifikasikan sebagai aktualisasi diri.

0 komentar:

Posting Komentar