Mungkin banyak yah yang suka bilang hal-hal yang berbau psikologi, dan masih berkenaan dengan mitos. dari dulu ternyata ada beberapa fakta unik tentang kenapa muncul beberapa mitos itu dan bagaimana fakta sebenarnya..
Jumat, 3 September 2010 - Ini
adalah ringkasan dari buku 50 Great Myths of Popular Psychology:
Shattering Widespread Misconceptions About Human Nature,
Sebuah
buku baru karya Scott O. Lilienfeld, Steven Jay Lynn, John Ruscio, dan
Barry L. Beyerstein (Wiley-Blackwell, 2009) mengungkapkan 50 mitos
psikologi. Mereka semua adalah profesor di bidang psikologi. Selain 50
mitos dipaparkan dengan begitu banyak referensi ilmiah (setidaknya 74
referensi), juga diberikan sekitar 250 mitos psikologi minor. Secara
umum, mitos ini muncul akibat kebudayaan populer, kehidupan sehari-hari
dan lebih jauh lagi faktor-faktor sosiologi dan psikologi itu sendiri.
Menurut Lilienfeld et al, inilah 10 mitos terbesarnya.
Mitos pertama : Kita Hanya Menggunakan 10% Otak Kita
Ini
jelas salah. Otak bekerja secara totalitas sehingga tidak ada bagian
otak yang tidak bekerja bagi orang yang normal. Mitos ini berasal dari
psikolog William James satu abad yang lalu. Saat itu ia menulis kalau ia
meragukan kalau rata-rata manusia mencapai sekitar 10% potensi
intelektualnya. Dalam sebuah studi, saat ditanya “Sekitar berapa persen
kekuatan otak potensial manusia yang menurut kamu dipakai sebagian besar
orang?, ” sepertiga mahasiswa psikologi menjawab 10%. Dalam waktu lama,
para motivator “berpikir positif” memperbesar mitos ini menjadi seolah
sebuah fakta. Sebagai contoh, dalam buku How to be Twice as Smart, Scott
Witt menulis “Jika kamu seperti orang kebanyakan, berarti kamu hanya
memakai sepuluh persen kekuatan otakmu.” Selain itu terdapat juga daerah
korteks diam yang menurut para ahli masa lalu tidak memiliki fungsi
namun sekarang telah terbukti berperan penting untuk bahasa
dan berpikir abstrak dan diganti namanya menjadi korteks asosiasi.
Masyarakat awam juga mengambil pernyataan ilmuan kalau mereka belum
mengetahui dengan pasti fungsi dari 90% bagian otak, lalu dijadikan
seolah fakta bahwa 90% ini berarti tidak berfungsi. Akhirnya ada juga
yang mengklaim kalau Albert Einstein yang bilang bahwa kecerdasannya
hanya berasal dari 10% bagian otaknya. Walau begitu, tidak ada bukti
kalau Einstein pernah mengatakan demikian.
Mitos Kedua : Lebih Baik Marah daripada Ditahan
Dalam
sebuah survey, 66% mahasiswa percaya kalau lebih baik membiarkan marah
itu lepas (katharsis) ketimbang menahannya, karena dapat mengganggu
kesehatan. Film Anger Management tahun 2003 juga menyebarkan keyakinan
ini dengan menyarankan seorang tokoh memukul bantal atau tas sebagai
penyaluran kemarahan. Bahkan ada juga psikolog yang menyuruh kliennya
berteriak atau melemparkan bola ke dinding saat mereka marah. Sayangnya,
keyakinan ini sama sekali tidak didukung bukti ilmiah apapun kalau hal
tersebut memang dapat meredakan agresi. Malahan hal tersebut justru akan
meningkatkan agresi. Lebih jauh lagi, bermain sepakbola juga dapat
meningkatkan agresivitas baik pemain maupun suporter.
Mitos Ketiga : Penyebab utama masalah kejiwaan adalah Kepercayaan Diri yang Rendah
Mitos
ini juga dimunculkan oleh para motivator berpikir positif. Sebuah buku,
Self-Esteem Games, memuat 300 aktivitas untuk membantu anak merasa
nyaman dengan dirinya sendiri, seperti mengulang-ulang afirmasi positif
yang menekankan keunikan mereka. Walau demikian, penelitian menunjukkan
kalau kepercayaan diri tidak berhubungan kuat dengan kesehatan mental
yang lemah. Dalam penelitian komprehensif oleh Roy Baumeister et al
yang meninjau lebih dari 15 ribu studi mengenai kepercayaan diri ke
segala jenis variabel psikologi. Mereka menemukan kalau kepercayaan diri
kecil sekali hubungannya dengan kesuksesan hubungan antar manusia, dan
tidak berhubungan dengan pasti pada penyalahgunaan obat-obatan. Lebih
jauh, mereka menemukan kalau kepercayaan diri berhubungan positif dengan
prestasi di sekolah, tapi hubungan interaktif ini lebih condong pada
prestasi di sekolah. Artinya, pengaruh prestasi sekolah dalam
meningkatkan kepercayaan diri lebih kuat daripada pengaruh kepercayaan
diri terhadap prestasi di sekolah. Fakta yang paling mengesankan adalah
kepercayaan diri yang rendah tidak perlu dan tidak cukup untuk
menyebabkan depresi.
Mitos keempat: Ingatan Manusia bekerja Seperti Kamera Video
Sudah
jelas hal ini adalah mitos. Terlalu sering anda atau orang lain
disekitar anda lupa akan sesuatu. Tapi 36% orang percaya kalau otak
dapat merekam pengalaman secara sempurna layaknya kamera video. Hal ini
disebabkan terutama kalau seseorang lupa, ia mungkin tidak sadar kalau
ia lupa. Pikirannya menjadi kreatif dan menambal ingatan
yang hilang tersebut dengan ingatan lain yang entah dari peristiwa apa
yang masih ia ingat. Ini menunjukkan kalau sifat ingatan bukanlah
reproduktif (menyalin apa yang kita alami) tapi bersifat rekonstruktif
(menambal ingatan). Para ilmuan bahkan mampu membuat subjek
penelitiannya percaya sepenuh hatinya kalau sebuah kejadian fiktif yang
dibuat ilmuan, benar-benar terjadi.
Mitos kelima : Hipnotis adalah Kondisi Khusus yang berbeda dari kondisi sadar
Keyakinan
ini muncul dari film dan dunia hiburan. Tapi penelitian menunjukkan
orang yang dihipnotis dapat menolak dan bahkan menentang sugesti
penghipnotis terutama dalam melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
prinsipnya seperti menyakiti orang yang mereka tidak sukai. Orang yang
terhipnotis sepenuhnya dalam kondisi sadar. Pindai otak juga tidak
menunjukkan adanya pola khusus di otak orang yang dihipnotis. Para
ilmuan mampu membuat orang melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang
dihipnotis tanpa melakukan hipnotis. Dengan kata lain, hipnotis semata
merupakan sebuah prosedur diantara banyak prosedur untuk meningkatkan
respon seseorang pada sugesti.
Mitos keenam : Alat Pendeteksi Kebohongan (Poligraf) adalah Alat yang Akurat
Poligraf
ditemukan tahun 1920an oleh psikologi William Moulton Marston. Alat ini
pada dasarnya alat pengukur tekanan darah sistolik, karena ia percaya
kalau saat orang berbohong, tekanan darah sistoliknya meningkat. Mesin
ini kemudian disempurnakan dengan menambahkan pengukuran konduktansi
kulit dan pernapasan. Selain hal ini belum tentu berhubungan, grafik
poligraf yang dihasilkan sulit untuk dianalisa hingga sekarang. Ambil
contoh, orang yang jujur tapi berkeringat banyak, dapat disalah sangka
sedang berbohong. Belum lagi tidak adanya bukti kalau efek Pinokio
(reaksi emosi atau fisiologi yang hanya terjadi saat seseorang
berbohong) itu ada. Satu-satunya yang bisa ditunjukkan poligraf saat
seseorang memakainya adalah bukti bahwa orang tersebut tegang atau
tidak. Dengan kata lain, poligraf bukanlah alat pendeteksi kebohongan
tapi alat pendeteksi ketegangan. Bagi para penjahat berdarah dingin dan
psikopat, mereka dapat lolos dengan mudah lewat alat deteksi kebohongan
ini. Dan sudah banyak orang yang tidak bersalah dihukum gara-gara mesin
poligraf.
Mitos ketujuh : Dua Hal yang Berlawanan Saling Tarik Menarik
Maksud
dari mitos ini adalah, dua orang yang memiliki hal yang bertentangan,
dapat tertarik satu sama lain. Hal yang bertentangan ini bisa saja
kepribadian, keyakinan dan penampilan. Film banyak mengeksploitasi ini.
Cinta antara Putri dan Si Buruk Rupa, Cinta antara Ateis dan Pendeta,
Percintaan antara jenderal jahat dan peri baik hati. Hal ini diperkuat
lagi oleh pendapat Harville Hendrix, Ph.D. kalau hanya mereka yang
berlawanan yang dapat saling tertarik. Sebaliknya, penelitian
membuktikan Hendrix sepenuhnya salah. Lusinan bukti menunjukkan orang
yang sama sifatnya lah yang lebih mungkin berpasangan. Kutu buku dengan
kutu buku, anak punk dengan anak emo, anggota grop facebook dengan
anggota grup yang sama, dsb. Jauh lebih banyak orang yang tertarik
dengan sesama sifat daripada yang berlawanan sifat. Survey juga
menunjukkan kalau kesamaan sifat ini penting bagi keharmonisan keluarga.
Gampangnya seperti ini, semakin sesuai pendapat seorang tokoh politik
dengan pendapat kita, semakin besar kemungkinan kalau kita menyukai
tokoh tersebut.
Mitos kedelapan: Penderita Schizophrenia memiliki Kepribadian Ganda
Mitos
di masyarakat menganggap kalau schizophrenia sama artinya dengan
kepribadian ganda (multiple personality disorder – MPD). Dalam sebuah
survey, 77% mahasiswa psikologi percaya kalau penderita schizophrenia
adalah pemilik kepribadian ganda. Fim Me, Myself, and Irene yang
diperankan Jim Carrey juga mengeksploitasi mitos ini. Ia didiagnosa
menderita schizophrenia, padahal pada kenyataannya ia menderita
kepribadian ganda. Pada kenyataannya, dua penyakit ini sangat berbeda.
Penderita MPD memiliki dua atau lebih kepribadian dalam dirinya dalam
satu waktu. Dan banyak ahli psikologi yang ragu kalau penyakit seperti
ini benar-benar ada. Schizophrenia sebaliknya, memiliki fungsi psikologi
yang terpisah-pisah, khususnya emosi dan berpikir. Bagi orang normal,
apa yang kita rasakan dan pikirkan sekarang akan berhubungan erat dengan
apa yang kita rasakan dan pikirkan beberapa saat lagi. Tapi bagi
penderita Schizophrenia, pikiran dan emosi tersebut dapat berubah begitu
cepat dan ekstrim. Kepribadiannya tetap sama, hanya saja emosi dan
pikirannya yang tidak terprediksi. Akibatnya orang skizophrenia justru
memiliki resiko rendah melakukan bunuh diri, mengalami depresi,
ketakutan, penyalahgunaan narkoba, pengangguran dan tuna wisma. Wajar
saja, bila sekarang ia merasa begitu sedih beberapa saat lagi ia menjadi
sangat senang. Bagi orang normal, sekarang ia merasa begitu sedih,
beberapa saat lagi mungkin ia akan bunuh diri atau depresi. Seperti kata
Irving Gottesman, “penyalahgunaan istilah schizophrenia dalam merujuk
kebijakan luar negeri Amerika Serikat, pasar saham atau ketidak sesuaian
sesuatu dengan harapan seseorang tidaklah sama dengan masalah kesehatan
umum dan penderitaan dengan penyakit paling sulit dipahami dari pikiran
manusia ini.”
Mitos kesembilan : Bulan Purnama Menyebabkan Kegilaan dan Kejahatan
Mitos
ini sudah sangat purba. Ia berasal dari masa saat manusia belum
memiliki lampu listrik. Akibatnya orang senang saat malam hari terang
oleh purnama. Mereka lebih aktif daripada malam biasa yang gelap.
Sekarang hal tersebut sudah tidak teramati lagi, karena setiap rumah
memiliki listrik dan tidak terlalu banyak orang terlalu memperhatikan
bulan. Legenda dari Yunani Kuno dan Abad Pertengahan mengatakan adanya
manusia serigala, vampire, dan monster menyeramkan saat bulan purnama.
Tapi beberapa pihak mengklaim kalau kebiasaan ini tertanam secara tidak
sadar pada diri manusia. Tahun 1985, dua psikolog memeriksa semua bukti
penelitian yang ada mengenai pengaruh bulan, dan tidak satupun ada bukti
kalau bulan berpengaruh pada kejahatan, kecenderungan bunuh diri,
masalah kejiwaan, jumlah orang yang masuk rumah sakit jiwa atau telpon
darurat. Penelitian lebih modern juga membantah adanya hubungan antara
bulan purnama dengan bunuh diri, orang yang masuk rumah sakit jiwa,
orang yang masuk UGD, dan gigitan anjing.
Mitos kesepuluh: Banyak Kriminal Berhasil Membela Diri dengan Mengaku Gila
Setelah
memberi pidato tanggal 30 maret, 1981, Presiden Ronald Reagan muncul
dari hotel Washington Hilton. Beberapa detik kemudian, enam tembakan
terdengar. Satu mengenai agen rahasia, satu polisi, satu sekretaris
James Brady dan satu mengenai presiden sendiri. Sang penembak adalah
pria berusia 26 tahun bernama John Hinckley, yang jatuh cinta dengan
artis Jodie Foster dan yakin kalau dengan membunuh Presiden, Foster akan
tergugah dan jatuh cinta padanya. Tahun 1982, saksi ahli psikologi
berdebat mengenai apakah Hinckley bersalah atau tidak karena alasan
gila. Akhirnya juri memutuskan kalau Hinckley gila. Keputusan juri
memicu protes publik. Pooling ABC menunjukkan 76% rakyat tidak setuju
dengan keputusan tersebut. Dan dari sini mulailah mitos kalau dengan
alasan gila, banyak penjahat yang berhasil lolos dari penjara. Mitos ini
semakin diperkuat oleh film-film action yang menunjukkan antagonis
pura-pura gila untuk menghindari hukuman. Namun keyakinan ini sama
sekali salah. Data menunjukkan kalau pengajuan alasan gila di pengadilan
berada di bawah 1%. Dan dari semua pengajuan ini, hanya 25% saja yang
diputuskan memang gila. Lebih parah lagi, orang yang dinyatakan gila di
pengadilan akan dikirim ke rumah sakit jiwa dan disana mereka
menghabiskan waktu rata-rata 3 tahun sebelum diputuskan apakah ia harus
ditahan lebih lama atau dilepaskan. Akibatnya bagi orang normal yang
berhasil mengaku gila, tinggal di rumah sakit jiwa bisa jadi hal yang
lebih menyiksa dari di penjara. Di penjara ia punya waktu yang jelas
untuk bebas dan tidak perlu berpura-pura, di rumah sakit jiwa tidak.
0 komentar:
Posting Komentar