Kematian.. judul postingan blog kali ini agak serem....
siapa sih yang tau kapan dia meninggalkan kehidupan ini?
percaya atau ngga, saking pentingnya dan lebarnya dunia psikologi, bahkan psikologi kematian juga ada..
canggih..
snatch some hints!
Kematian adalah keniscayaan yang tidak terelakkan. Ia
merupakan drama penuh misteri dan seketika yang dapat mengubah jalan hidup
seseorang. Karena begitu misterius dan menakutkannya kematian, tidak sedikit
umat manusia merasa perlu menambah masa hidupnya, seperti yang terangkum dalam
pernyataan Chairil Anwar itu.
Membahas kematian bisa menimbulkan sebuah 'pemberontakan' yang menyimpan kepedihan
pada jiwa manusia, yaitu kesadaran dan keyakinan bahwa mati pasti akan tiba dan
musnahlah semua yang dicintai dan dinikmati dalam hidup ini. Kesadaran itu
memunculkan penolakan bahwa kita tidak ingin (cepat) mati.
Buku Psikologi Kematian karya Komaruddin Hidayat ini secara khusus berbicara
kematian. Dalam pengantarnya, M Quraish Shihab mengakui buku best seller itu
dapat membantu pembacanya bukan saja untuk memahami psikologi kematian, namun
juga rahasianya dan yang lebih penting lagi ialah menuntut kita menjemput maut
dengan hati yang damai.
Menurut Komaruddin Hidayat, keengganan manusia untuk menjemput kematiannya
disebabkan, setidaknya dua hal. Pertama, manusia terlanjur dimanjakan dengan
aneka kenikmatan duniawi yang telah dipeluknya erat-erat. Kedua, sifat kematian
yang misterius. Kematian ditakuti karena manusia tidak tahu persis apa yang
akan terjadi setelah kematian itu (hlm 118).
Kematian dengan demikian menjadi misteri kehidupan yang mendebarkan, bahkan
menakutkan. Bagi kaum eksistensialis, kematian adalah suatu derita dan musuh
bebuyutan yang terlalu tangguh untuk dikalahkan. Prestasi akal budi manusia
yang telah melahirkan peradaban iptek supercanggih tetap tidak akan pernah
mampu menelusuri jejak malaikat maut. Anehnya, tidak sedikit manusia justru
merasa enggan mati dan berusaha ekstra memperpanjang sisa hidupnya.
Keengganan dan 'pemberontakan' umat manusia atas kematian telah melahirkan dua
mazhab psikologi kematian. Pertama, mazhab religius, yaitu mereka yang
menjadikan agama sebagai rujukan bahwa keabadian setelah kematian itu
betul-betul ada dan untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi, orang religius
menjadikan kehidupan akhirat sebagai target tertinggi.
Bagi penganut mazhab religius, mengejar-ngejar kenikmatan hidup duniawi dan
memperoleh self-glory hanya akan menghambat diraihnya kesuksesan hidup di
akhirat. Penguasa, misalnya, jangan hanya mabuk kekuasaan dan uang, tapi
kesejahteraan rakyatnya harus diperhatikan agar kenyamanan hidup setelah
kematian bukan sebatas impian.
Kedua, mazhab sekuler yang tidak peduli dan tidak yakin adanya kehidupan
setelah kematian. Kelompok itu dibedakan dua. Pertama, meskipun mereka tidak
peduli kehidupan akhirat, kelompok ini berusaha mengukir namanya dalam lintasan
sejarah. Seperti, demi popularitas, orang kaya rela membantu yang miskin.
Kedua, mereka yang memang pemuja hidup hedonistis yang sama sekali tidak peduli
dengan pengadilan dan penilaian sejarah.
Dalam pandangan Komaruddin Hidayat, keyakinan dan ketidakyakinan manusia bahwa
setiap saat kita bisa dijemput kematian memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
seseorang. Begitu pula dengan keyakinan adanya kehidupan setelah kematian.
Dengan harapan memperoleh kebahagiaan di akhirat, misalnya, maka raja-raja
Mesir membangun Piramida dengan pucuknya runcing dan menjulang ke langit agar
memudahkan perjalanan arwahnya menuju surga (hlm 117).
Islam secara tegas mengajarkan bahwa tiada seorang pun yang bisa menemani dan
menolong perjalanan arwah kecuali akumulasi amal kebaikan kita sendiri. Kenikmatan
dan gemerlap kehidupan duniawi akan ditinggalkan dan tidak ada bekal yang
berharga bagi kelanjutan perjalanan hidup manusia kecuali amal kebaikan yang
telah terekam dalam disket rohani yang nantinya akan di-print out di akhirat.
Psychology Hints:Frank J Tipler dalam bukunya The Psysics of Immortality (1994) menyarankan
manusia agar selalu berbuat baik demi kesuksesan dunia-akhirat. Kebaikan
membuat kita tersenyum ketika malaikat maut menjemput meskipun keluarga yang
akan kita tinggalkan menangis. Sebaliknya, kebejatan akan membuat kita menangis
ketakutan, sedangkan orang-orang di sekitar kita tersenyum gembira karena
merasa risih akan keberadaan kita sendiri.
sumber: trevuchet.com
0 komentar:
Posting Komentar